Menutup Celah Kecurangan di Pasar Saham
Indro Bagus SU – detikFinance
Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dua sejawatnya, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sedang merumuskan transformasi sistem dan mekanisme pasar modal baru.
Tujuannya, tidak lain adalah untuk menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan transparan.
Harus diakui, saat ini sistem dan mekanisme pasar modal masih memberikan peluang bagi tangan-tangan jahil investor maupun broker nakal untuk melakukan aksi-aksi yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
Sebut saja, aksi goreng menggoreng saham, aksi manipulasi keuangan, hingga penyalahgunaan aset nasabah pasar modal. Apalagi, setelah krisis pasar modal tahun 2008, secara mendadak terkuak jejaring rumit aksi manipulasi yang dilakukan berbagai pihak.
Contohnya kasus produk reksa dana bodong PT Antaboga Delta Sekuritas yang dipasarkan oleh PT Bank Century Tbk (BCIC) yang juga melibatkan PT Signature Capital Securities, kemudian kasus penggelapan dana nasabah PT Sarijaya Permana Sekuritas dan sebagainya.
Ada pula aksi naked short selling yang dituding menjadi salah satu pendorong ambruknya pasar modal Indonesia menjelang akhir 2008. Detil mengenai apa yang dimaksud dengan naked short selling dapat dilihat pada tulisan detikFinance bertajuk "Seluk Beluk Transaksi Short Selling" pada 6 Mei 2009.
Ketika itu, Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah broker. Namun hingga kini, dengan sangat berat untuk dikatakan, otoritas tidak pernah bisa membuktikan adanya aksi naked short selling ini.
Kasus penyalahgunaan dana nasabah Sarijaya juga baru ketahuan setelah masalah muncul. Sistem dan mekanisme yang sekarang berlaku, harus diakui, belum mampu memberikan peringatan dini (early warning) terhadap aksi-aksi manipulatif seperti ini.
Namun otoritas terus menerus berupaya melakukan perubahan guna mengurangi peluang-peluang terjadinya kecurangan tersebut.
Pada awal 2009, BEI menerapkan sistem operasional baru bernama Jakarta Automatic Trading System Next Generation (JATS-NextG). Sistem ini bisa menampung 500 ribu transaksi per harinya dan bisa memfasilitasi berbagai instrumen produk pasar modal di masa mendatang.
Langkah ini dilakukan guna mempersiapkan pasar modal Indonesia yang lebih besar dan menjangkau lebih banyak investor dan produk pasar modal ke depannya.
Pertengahan tahun 2009, kapasitas transaksi JATS-NextG ditingkatkan menjadi 1 juta transaksi per hari lantaran adanya masalah pada sistem perdagangan PT Trimegah Securities Tbk (TRIM) yang menyebabkan seluruh sistem JATS-NextG terpaksa dihentikan sementara.
Teranyar, KSEI baru saja meluncurkan fasilitas yang disebut sebagai Sistem Investor Area. Fasilitas baru ini merupakan upaya menciptakan transparansi posisi portofolio nasabah. Sebelum sistem ini diberlakukan, nasabah hanya bisa mengetahui posisi portofolionya berdasarkan informasi yang diberikan oleh brokernya masing-masing.
Masalahnya, dalam sistem tertutup satu arah tersebut, memberikan peluang bagi broker-broker nakal untuk menyalahgunakan portofolio nasabah tanpa sepengetahuan nasabah. Contohnya kasus nasabah Sarijaya.
Berangkat dari masalah tersebut, KSEI pun meluncurkan fasilitas yang memberikan kesempatan pada nasabah melakukan pengecekan langsung atas posisi portofolionya dari data yang ada di KSEI. Teorinya, posisi portofolio nasabah yang diberikan broker dan yang tercatat di KSEI harus identik.
Peluncuran sistem investor area merupakan suatu langkah kemajuan guna mewujudkan transparansi di pasar modal. Dengan fasilitas ini, peluang tangan-tangan jahil yang bermaksud menyalahgunakan portofolio nasabah sangat dibatasi.
Namun itu saja tidak cukup. KPEI kini merancang suatu mekanisme transparansi yang dijamin bisa membuat pelaku manipulasi pasar modal harus berpikir lebih dari dua kali sebelum melakukan kecurangan.
"Sistem ini melengkapi fasilitas sistem investor area. Sistemnya sudah siap, tinggal menunggu regulasinya saja," ujar Direktur Utama KPEI, Hoesen dalam paparan di gedung BEI, Selasa (6/10/2009).
Dengan sistem baru yang sedang dipersiapkan KPEI, nasabah akan memiliki kemampuan untuk melakukan pengecekan langsung mengenai posisi transaksi perpindahan efek nasabah.
"Dalam setiap transaksi, seharusnya diiringi dengan jaminan transaksi yang diberikan oleh broker. Nah dengan sistem baru ini, nasabah bisa melihat apakah posisinya memiliki jaminan atau tidak," jelas Hoesen.
Di sisi lain, KPEI yang memiliki peran sebagai lembaga yang memfasilitasi segala penyelesaian transaksi, saat ini memiliki keterbatasan dalam melakukan pemantauan transaksi.
Dalam sistem yang berlaku saat ini, otoritas hanya bisa memantau aktivitas transaksi dari transaksi broker, bukan per nasabah.
"Dengan sistem ini, nantinya otoritas bisa memantau aktivitas transaksi yang dilakukan per nasabah," ujar Hoesen.
Nanti, lanjut Hoesen, apa yang disebut sebagai identitas tunggal investor (single ID) akan dikoneksikan ke sistem JATS-NextG. Saat ini, single ID baru digunakan pada fasilitas sistem investor area.
"Kalau sudah dikoneksi, kita bisa melihat apakah ada ID yang sama melakukan pembelian melalui sejumlah broker. Jadi sistem monitoringnya lebih aman dan transparan," jelasnya.
Wajar saja, dengan sistem yang sekarang berlaku, aksi goreng menggoreng saham mudah dilakukan, karena otoritas tidak bisa melihat aktivitas transaksi per nasabah. Otoritas hanya bisa melihat data transaksi per broker.
"Dengan sistem ini, transaksi semu bisa kita pantau dan ketahui," ujar Hoesen.
Berbagai upaya manipulasi juga akan bisa dicegah dengan sistem ini, seperti yang terjadi pada nasabah Sarijaya dan mungkin saja banyak broker lainnya yang hingga saat ini tidak ketahuan.
"Segala aktivitas transaksi per nasabah akan secara otomatis tercatat, sehingga kalau ada masalah seperti kasus Sarijaya, penelusuran historis transaksi per nasabah dapat dilakukan dengan mudah," ujarnya.
Kendati demikian, Hoesen mengakui kalau penerapan sistem baru ini bisa membuat aktivitas transaksi di lantai bursa melambat. Namun ia yakin, ke depannya aktivitas transaksi akan lebih besar lagi.
"Sama seperti ketika peralihan sistem floor trading ke sistem remote trading, memang terjadi penurunan. Saya rasa itu manusiawi. Namun akhirnya, justru aktivitas transaksi meningkat karena sistemnya juga mampu menangani peningkatan transaksi," jelas Hoesen.
Oleh sebab itu, Hoesen meyakini, penurunan transaksi merupakan konsekuensi dalam setiap transisi. Namun seiring dengan upaya mewujudkan industri pasar modal yang sehat dan transparan, Hoesen optimistis, transisi ini akan membuat pasar modal menjadi lebih besar lagi.
"Tujuan utamanya kan untuk melindungi nasabah pasar modal. Jadi saya kira ini akan membuat industri ini menjadi lebih baik ke depannya," ujarnya.
(dro/qom)
0 komentar:
Posting Komentar