Nikmatnya Jalan-jalan

Yuk, Jalan-Jalan Ke Pasar Gede!
Devita Sari - detikFood


GB

Jakarta - Pasar tradisional yang berusia lebih tujuh puluh tahun ini menyimpan segudang pesona akan jajanan enak. Ada brambang asem yang legendaris, es dawet, tiwul, ledre intip, kerupuk rambak, sampai sayuran dan buah segar. Pastinya semua serba enak dan murah-meriah!

Pasar tradisional yang bernama lengkap 'Pasar Gede Hardjonagoro' ini merupakan pasar tradisional yang terbesar di kota Solo, selain Pasar Klewer. Untuk menuju ke pasar ini ada banyak cara. Karena tidak ada kendaraan pribadi saya pun memanfaatkan jasa tukang becak atau andong. Apalagi sang tukang becak bisa mengayuh becaknya dengan santai tanpa berondongan klakson.

Sengaja saya datang kesana pagi-pagi saat pasar masih ramai. Dalam perjalanan menggunakan becak, saya pun asyik menikmati bangunan tua dan modern yang bercampur di sisi kiri dan kanan jalan. Persis di tikungan pintu masuk pasar ada tugu yang tak berapa besar dengan jam yang tertempel di bagian tengahnya. Hingga kemudian sampailah saya di depan bangunan yang bercat krem bertuliskan 'Pasar Gede Hardjonagoro'.

Konon bangunan pasar yang selesai dibangun tahun 1930 ini didesain oleh arsitek Belanda yaitu Ir. Thomas Karsten. Nama Pasar Gede sendiri berasal dari kata 'gehde' yang berarti besar. Bukan lantaran karena ukurannya yang besar melainkan mencerminkan atap joglo besar dan tinggi yang menaungi bangunan pasar.

Arsitektur bangunan ini perpaduan gaya Belanda dan Jawa. Sejak pertama dibangun Pasar Gede sudah mengalami beberapa renovasi dan yang terakhir pada tahun 2001 lalu. Meskipun pasar tradisional namun Pasar Gede cukup tertata rapi. Beberapa penjual menjajakan dagangannya pada los-los yang cukup teratur. Berbagai tawar-menawar mengunakan bahasa Jawa Kromo Inggil kerap terdengar di Pasar ini.

Tujuan pertama adalah si mbok penjual brambang asem yang menjajakan dagangannya di area tengah pasar. Karena masih pagi kami sengaja ingin mengisi perut dengan jajanan kue-kue tradisional termasuk brambang asem incaran kami. Maklum keinginan untuk mencicipi jajanan langka tersebut memang sudah tak tertahankan.

Si mbok penjual dikelilingi oleh panci-panci berisi aneka makanan mulai dariorak-arik tempe,mi goreng, semur jengki, dan pastinya ketela rambat rebus yang menjadi bahan utama brambang asem. Segera saja brambang asam pun diracik dengan lincah oleh tangan-tangan si mbok. Sungguh mengejutkan untuk sepincuk jajanan langka ini dihargai cukup Rp 2000.00 saja.

Tepat disebelahnya ada si mbok penjual kue-kue tradisional yang tak juga kami lewatkan. Tiwul, getuk, ledre intip, dan pisang goreng ikut menambah tentengan belanjaan. Belum lagi godaan kerupuk rambak dan rengginang yang digantung-gantung dalam plastik-plastik transparan. Begitu pula saat melihat asem Jawa tampa biji yang cukup jarang dijumpai, wah saya pun kalap memborong aneka kerupuk dan asam jawa.

Di bagian tengah ada deretan penjual aneka jajanan, kue dan kue-kue kering yang tertata rapi dalam los yang bertutup aluminium lipat. Di deretan ujung juga ada penjual aneka makanan matang dan kue serta roti. Tak ayal lagi klepon, bubur sumsum, risoles telur, pastel, lemper dan bolupun menjadi pilihan buat melengkapi sarapan.

Suasana pasar makin siang rupanya makin bertambah ramai. Saya pun terpaksa harus berdesakan dengan pembeli lainnya sebab meski berlangit-langit tinggi, lorong-lorongnya dibuat tidak begitu besar. Titik-titik keringat pun mulai bermunclan apalagi dengan tentengan belanjaan yang lumayan banyak. Akhirnya es dawet Pasar Gede yang tersohor pun jadi target saya berikutnya.

Saya pun menyambangi Es Dawet Tlasih yang masih berada di sekitar tengah area pasar. Tampak di sekeliling si ibu penjual ada baskom-baskom yang berisi racikan es dawet seperti cendol, ketan hitam, santan, sirup gula dan bubur sumsum. Es dawet ini berbeda dengan dawet yang saya kenal di Jakarta.

Dalam mangkok keramik Cina yang mungil saya mendapati es dawet yang segar menggoda. Wah hirupan pertama kuahnya yang manis gurih sungguh membuat adem tubuh. Suegerrr....! Rasanya yang tidak terlalu manis ini membuat saya langsung jatuh cinta. Untuk menebus kesegaran es dawet ini saya cukup merogoh uang Rp 3.000,00.

Setelah kembali bersemangat saya pun bergegas menuju tempat tujuan akhir yaitu pedagang buah-buahan. O ya, di Pasar Gede ini juga terdapat area kulakan buah import mulai dari jeruk, apel, anggur, dll. Sekilo duku dan sekilo jeruk keprok Tawangmangu pun melengkapi belanjaan saya. Di pasar ini pastinya jurus menawar harus dipakai, apalagi jika menggunakan bahasa Jawa pastinya mendapatkan harga yang lebih miring!

Nah, jika ke Solo tak ada salahnya mampir ke Pasar Gede seberang timur Gedung Balai Kota Surakarta. Sambil melacak kehebatan masa lalu Pasar Gede dan tentunya bernostalgia dengan jajanan legendaris kota Solo. Yuk, jalan-jalan ke Pasar Gede!

( dev / Odi )

0 komentar:

Posting Komentar